Minggu, 04 Juni 2017

PHT – Konsep Pengelolaan Hama Terpadu

Konsep PHT Pengelolaan Hama Terpadu
PHT (Pengelolaan Hama Terpadu) adalah suatu konsep cara pendekatan dalam pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam kerangka pengelolaan agro ekosistem secara keseluruhan. Konsep PHT merupakan suatu konsep pengendalian hama yang timbul dan berkembang karena kesadaran manusia terhadap bahaya penggunaan pestisida yang terus meningkat baik bagi lingkungan hidup maupun kesehatan masyarakat. Konsep PHT sangat selaras dengan pertanian berkelanjutan, yaitu pertanian yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa memberi dampak negatif atas sumber daya fisik yang ada, sehingga tidak membahayakan kapasitas dan potensi pertanian masa depan untuk memuaskan aspirasi kebendaan dan lingkungan generasi mendatang.
Sebagaimana artikel sebelumnya tentang Peran Pestisida dalam Lingkungan dan Kesehatan, tentunya timbul pertanyaan, dimana letak pestisida dalam konsep PHT. Apakah Pestisida masih diperlukan? Jawabannya masih diperlukan tetapi sangat selektif tetapi sasaran kualitas dan kuantitas produksi pertanian masih tetap tinggi. Pestisida hanya diperlukan pada waktu mekanisme kesetimbangan ekosistem terganggu oleh sesuatu sebab yang mengakibatkan populasi hama meningkat sampai melalui ambang ekonomi. Selama populasi hama masih berada di bawah ambang ekonomi, maka penggunaan pestisida secara rasional ekonomik dianggap mendatangkan kerugian dan secara ekologik penggunaan pestisida pada aras tersebut akan mengganggu bekerjanya proses pengendalian alami.
Pengendalian alami adalah pengendalian hama yang terjadi di alam tanpa campur tangan manusia. Alam terdiri atas faktor fisik atau non hayati dan hayati dapat menjadi faktor pembatas perkembangbiakan hama. Faktor non hayati misalnya iklim, tanah dan air dari suatu habitat, udara beserta oksigen dan gas lain yang diperlukan bagi kehidupan hama, dapat mendorong atau menekan perkembangbiakan hama. Sementara itu, faktor hayati yang berupa musuh alami yang bekerja dengan sendirinya di alam menjadi bagian dari pengendalian alami. Kegiatan musuh alami juga ikut dipengaruhi faktor non hayati. Dengan demikian pengendalian alami merupakan gabungan kegiatan faktor hayati dan non hayati yang menekan perkembangbiakan haman tanpa campur tangan manusia dan jika dengan campur tangan manusia dinamakan pengendalian hayati.
Agar petani dapat memutuskan secara tepat kapan dan di mana penyemprotan harus dilakukan, maka mereka harus melakukan pengamatan rutin atau monitoring paling sedikit seminggu sekali. Yang diamati tentang keadaan populasi hama, populasi musuh alami, pertumbuhan tanaman, cuaca, dan lain-lainnya. Setelah petani mengadakan analisis terhadap data ekosistem yang terkumpul, dengan menggunakan pengertian tentang prinsip ekologi dan ekonomi yang sederhana, dengan penuh keyakinan petani dapat memutuskan perlu atau tidak digunakan pestisida.
Dengan mengelola lingkungan pertanian secara tepat melalui perpaduan berbagai teknologi pengendalian yang bukan pestisida, maka populasi hama selama satu musim tanam dapat diupayakan untuk selalu berada pada aras yang tidak mendatangkan kerugian ekonomik bagi petani. Dalam keadaan demikian tentunya petani tidak perlu lagi menggunakan pestisida dan cukup mempercayakan pengendalian hama kepada teman-teman petani yang berupa musuh alami yang ada di pertanaman. Apabila petani selalu memelihara kesehatan tanaman melalui budidaya tanaman yang tepat, maka sasaran produktivitas tinggi dapat dicapai dengan biaya pengendalian hama yang minimal.
Upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap input bahan kimiawi dalam proses produksi pertanian dapat ditempuh melalui gerakan pertanian organik. Gerakan ini mulai memasyarakat terutama di negara-negara maju yang masyarakatnya alergi dengan produk bahan kimia.

Langkah-langkah Pengelolaan Hama Terpadu (PHT)

  1. penggunaan varietas unggul tahan hama penyakit dan tekanan / hambatan lingkungan,
  2. penerapan teknik budidaya yang mampu mengendalikan OPT dan penggunaan pupuk organik,
  3. peramalan terhadap serangan hama penyakit,
  4. pengendalian OPT secara biologis
  5. memacu penggunaan pestisida botani.

Perbaikan Teknik Budidaya

Penerapan teknik budidaya meliputi ; penataan pola tanam dan sistem tanam, dan pengaturan jarak tanam dan pemupukan dapat menekan perkembangan OPT. Pengaturan pola tanam dalam setahun (tumpang gilir) dengan tanaman yang berbeda OPT-nya, diharapkan dapat memutus siklus hidup dari OPT. Dengan bertanam secara campuran (mixed cropping) effisiensi lahan dapat ditingkatkan, resiko kegagalan dapat dikurangi, sehingga pendapatan petani dapat ditingkatkan.
Dari segi perkembangan OPT sistem tumpang sari sangat menguntungkan apabila tanaman yang ditumpangsarikan memiliki hama yang berbeda dan saling menguntungkan. Sebagai contoh tumpang sari kapas dengan jagung, di mana jagung berfungsi sebagai perangkap (trap crop) bagi hama Heliothis armigera dan kacang hijau dapat menarik predator bagi hama kapas.
Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos) sebagai pelengkap dan penyeimbang pupuk buatan, selain mensuplai unsur hara juga berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kapasitas menahan air, sifat penyangga (buffer) tanah dan meningkatkan mikroorganisme dalam tanah yang berguna bagi tanaman.

Peramalan Terhadap Serangan Hama dan Penyakit

Peramalan terhadap serangan hama penyakit untuk mengetahui dinamika populasi HPT yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan cara pengendalian HPT. Pengendalian HPT berpedoman pada ambang kendali dimaksudkan untuk menentukan saat pengendalian HPT secara tepat, memberikan hasil yang maksimal dan menghemat penggunaan pestisida.

Pengendalian Hama Penyakit Secara Biologi

Secara alami tiap spesies memiliki musuh alami (predator, parasit, dan patogen) yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama tanaman. Peningkatan penggunaan pestisida hayati dengan bahan aktifnya jasad renik penyebab penyakit hama khususnya serangga akan mengurangi ketergantungan terhadap insektisida kimiawi. Sebagai contoh pestisida hayati dalam produk NASA adalah Natural BVR bahan aktif Beauveria bassiana, Natural GLIO bahan aktif Gliocladium dan Trichoderma, Natural VIREXI untuk hama ulat grayak Spodoptera exigua dan Natural VITURA bahan aktif SL-NPV (Spodoptera litura Nuclear Polyhidrosis Virus).

Penggunaan Pestisida Botani

Pestisida botani atau pestisida alami bahan aktifnya berasal dari berbagai produk metabolik sekunder dalam tumbuhan. Misal Rotenon dari akar tuba (Derris eliptica) dan Azadarachtin dari Mimba (Azadirachta indica). Pestisida botani memiliki beberapa keunggulan yaitu tidak mencemari lingkungan, masa aktif residu lebih pendek, mudah dilaksanakan dan murah. Mekanisme kerja pestisida botani ini bersifat racun kontak, racun perut maupun bersifat sistemik. Pestisida botani berfungsi sebagai zat pembunuh, penolak, pengikat dan penghambat pertumbuhan OPT, misal PESTONA dan PENTANA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar