Sabtu, 17 Juni 2017

Jamur – Insektisida Hayati Ramah Lingkungan

Jamur insektisida hayati
Upaya pengendalian hama dalam dunia pertanian dengan cara biologi atau disebut juga pengendalian hayati ternyata mendapatkan perhatian yang cukup bagus. Sebagaimana kita ketahui, sekarang ini masyarakat sudah lebih cenderung ingin menikmati hasil-hasil pertanian yang organik atau bebas dari residu bahan kimia. Hal itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat semakin tinggi akan bahaya dan pengaruh negatif dari penggunaan pestisida kimia, baik itu terhadap manusia ataupun lingkungan. Resurgensi hama, resistensi hama, munculnya hama kedua serta terbunuhnya musuh alami (hama bukan sasaran) merupakan beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia yang kurang bijaksana.

Jamur sebagai Insektisida Hayati

Jamur Entomopatogenik (jamur yang memakan hama) dan jamur Antagonis (jamur yang memakan jamur) merupakan beberapa jenis agens hayati yang bisa dimanfaatkan dalam upaya pengendalian hayati. Beberapa alasan kenapa jamur tersebut bisa menjadi pilihan sebagai pengendali hayati karena jamur-jamur tersebut mempunyai kapasitas reproduksi yang tergolong tinggi, mempunyai siklus hidup yang pendek, dapat membentuk spora yang mampu bertahan lama di alam bahkan dalam kondisi ekstrim. Disamping itu juga relatif aman digunakan, sangat pilih-pilih, cukup mudah diproduksi, cocok dengan berbagai insektisida, dan kemungkinan menimbulkan resistensi hama sangat kecil. Perlu kita ketahui juga bahwa di beberapa negara maju seperti Rusia telah digunakan secara rutin dan meluas, diantaranya menggunakan Beauveria bassiana untuk mengendalikan Colarado potato beetle (Laspeyresia pomonella), Penggerek umbi Kentang.
Keberhasilan penggunaan Jamur Insektisida Hayati di lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban, jumlah spora (viabilitas dan virulensinya) yang disemprotkan, sehingga memungkinkan spora sampai sasaran cukup banyak. Selain itu kita juga perlu mengetahui biologi hama atau daur hidupnya agar dapat kita ketahui waktu penyemprotan yang lebih tepat. Waktu penyemprotan harus benar-benar tepat, sebaiknya aplikasinya pada waktu men­dung atau sore hari, bukan pada waktu matahari sedang terik.
Daya hidup (Viabilitas) spora jamur entomopatogenik dan jamur antagonis dipengaruhi oleh faktor suhu, kelembaban, pH, radiasi sinar matahari dan senyawa kimia seperti nutrisi dan pestisida. Hal ini penting untuk dipelajari, sebab syarat suatu patogen berhasil baik digunakan sebagai agensia pengendali hama yaitu harus memiliki viabilitas dan virulensi (daya bunuh) yang tetap terpelihara atau tinggi.
Salah satu jamur entomopatogenik adalah Beuaveria bassiana, ( Natural BVR ) dan jamur antagonis adalah Gliocladium sp, Trichoderma sp. ( Natural GLIO ) yang dikeluarkan oleh PT. Natural Nusantara, satu-satunya agens hayati yang telah mendapatkan sertifikat dari komisi pestisida. Natural BVR sangat bagus untuk mengendalikan wereng, walang sangit, penggerek batang padi dan kakao, penggerek buah kopi dan kakao. Sedang Natual GLIO untuk mengendalikan penyakit layu baik Fusarium (jamur) atau Xanthomonas sp dan Pseudomonas sp. (bakteri) dan bisa mengendalikan penyakit akar gada pada kobis dan akar putih pada tanaman perkebunan (kakao, karet, sawit, sengon, kopi, teh dan kina).
Mudah-mudahan tulisan mengenai jamur sebagai insektisida hayati ini bermanfaat bagi para petani Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar